Mitologi Jepang

Mitologi Jepang

Ame no Makakoyumi (天之麻迦古弓)

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Diriwayatkan dalam Kojiki, selain Dewa Petir Takemikazuchi, Dewa Padi Ame no Wakahiko (天若日子) juga dikirimkan ke Bumi dengan busurnya, Ame no Makakoyumi (天之麻迦古弓) dalam peristiwa Ashihara no Nakatsukuni.

Ame no Wakahiko kemudian jatuh cinta dan menikah dengan Putri Dewa Penguasa Izumo Okuninushi (大国主), Shitateruhime (下照比売). Tak kembali selama 8 tahun, Amatsukami kemudian mengirimkan utusan bernama Nakime berupa merpati untuk melihat keadaannya.

Ame no Wakahiko marah dan memanah Nakime hingga panahnya menembus Langit. Dewa Pertanian Takamimusubi (高御産巣日神) melihat dan menangkap panah tersebut, lalu melemparkannya kembali ke Bumi. Panah tersebut membunuh Ame no Wakahiko yang sedang tidur.

Baca Juga: 5 Pedang yang Mengukir Sejarah Peradaban, Ada Nama yang Familier

Ame no Ohabari (天之尾羽張)

Masih termasuk dalam Totsuka no Tsurugi, pedang berbilah ganda bernama Ame no Ohabari (天之尾羽張) digunakan oleh Izanagi untuk menumpas putranya sekaligus Dewa Api Kagu-tsuchi (火之迦具土).

Menurut legenda, kelahiran Kagu-tsuchi yang berapi-api telah membunuh ibunya, Dewi Izanami. Setelah membunuh Kagu-tsuchi, Izanagi memotong tubuhnya menjadi delapan bagian yang menjelma jadi delapan gunung berapi Jepang. Tetesan darah Kagu-tsuchi kemudian berubah menjadi dewa dan dewi.

Yoriichi Tsugikuni (Amaterasu)

Jika kamu adalah penggemar anime, kamu pastinya sudah tidak asing lagi dengan nama Amaterasu. Nama ini muncul dalam banyak anime, mulai dari Naruto hingga Fire Force. Nah, dalam Demon Slayer, sosok Amaterasu digambarkan oleh karakter Yoriichi Tsugikuni.

Dalam agama Shinto, Amaterasu adalah Dewi Matahari yang menikah dengan Tsukuyomi. Dirinya juga merupakan anak dari Izanagi dan Izanami sekaligus salah satu dari Tiga Anak Berharga bersama Tsukuyomi dan Susanoo.

Sosok Amaterasu direpresentasikan oleh Yoriichi yang merupakan pencipta teknik Pernapasan Matahari. Selain itu, Yoriichi juga memiliki saudara kembar bernama Michikatsu Tsugikuni yang terinspirasi dari Tsukuyomi. Hal ini membuat Yoriichi dan Amaterasu semakin terikat satu sama lain.

Iblis Lidah (Akaname)

Terakhir, ada Iblis Lidah yang diadaptasi dari Akaname. Dalam mitologi Jepang, Akaname adalah yokai yang memiliki lidah yang sangat panjang. Akaname biasanya ada di rumah yang sangat kotor dan biasanya menghuni kamar mandi.

Sementara itu, Iblis Lidah adalah salah satu iblis yang tinggal di rumah Tsuzumi. Hal yang paling menyamakan Iblis Lidah dengan Akaname adalah karena keduanya memiliki lidah yang panjang dan berjalan dengan kedua tangan dan kakinya.

Bagaimanapun, anime sudah sangat melekat dengan budaya Jepang. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika banyak kisah atau karakter anime yang diadaptasi dari mitologi Jepang. Jadi, bagaimana pendapatmu tentang kelima karakter di atas?

Baca Juga: Demon Slayer: 5 Fakta Menarik tentang Pernapasan Matahari

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Nationalgeographic.co.id—“Demon Slayer: Kimetsu no Yaiba”, serial manga Kekaisaran Jepang yang pertama kali diterbitkan pada tahun 2016, dengan cepat menjadi salah satu waralaba media yang paling sukses hingga saat ini.

Serial ini mengisahkan tentang remaja Tanjiro Kamado, yang menjadi pembasmi iblis setelah keluarganya dibantai dan adik perempuannya, Nezuko, berubah menjadi iblis.

Sepanjang rangkaian, Tanjiro dan teman-temannya bertemu dengan berbagai macam monster. Banyak di antaranya yang menyerupai iblis, atau oni, dari cerita rakyat Jepang.

Salah satu tokoh penting dalam serial tersebut adalah adalah tokoh antagonis Muzan Kibutsuji. Raja iblis yang penuh teka-teki ini dikenal karena kekejamannya, kecerdikannya, dan kekuatannya yang luar biasa.

Dia memiliki kekuatan yang luar biasa dan merupakan ancaman besar bagi para utama utama dalam upaya mereka untuk membasmi kejahatan.

Meduzanol/GoodfFon Karakter Muzan Kibutsuji dalam serial Demon Slayer.

Karakter Muzan Kibutsuji dalam serial Demon Slayer.

Menurut Anne Taylor, dilansir dari laman National Geographic, kemampuan dapat berubah bentuk Muzan Kibutsuji dan kekuatannya yang lain identik dengan Nurarihyon, yokai legendaris di Kekaisaran Jepang.

"[Yokai] umumnya menempati zona spiritual di suatu tempat di antara kami (dewa-dewa Shinto atau roh) dan oni," kata John Pavel Kehlen, profesor sastra Asia di Universitas Soka Amerika.

Mereka tidak berada di surga atau di neraka, Kehlen melanjutkan, “tetapi hidup di dunia manusia karena mereka memiliki keterikatan yang masih ada, entah itu kemarahan, obsesi romantis, nafsu, atau keinginan untuk membodohi orang."

Meskipun asalnya tak jelas, Nurarihyon telah memikat banyak orang dan mengilhami berbagai karya dalam budaya populer.

Sejak munculnya dalam cerita-cerita tradisional Jepang hingga adaptasinya dalam berbagai karya modern—seperti "GeGeGe no Kitarō", "Nura: Rise of the Yokai Clan", "Hozuki's Coolheadedness", dan novel grafis seperti "Nurarihyon no Mago" dan "The Haunted Bookstore:Gateway to a Parallel Universe."—peran Nurarihyon telah menjadi simbol dari dunia yokai dan memperkaya warisan budaya Jepang.

Keberadaannya juga sering digunakan sebagai elemen plot yang penting dalam berbagai cerita yang syarat akan keajaiban dan kegelapan.

Asal-usul yang tidak jelas

Via National Geographic Sering digambarkan sebagai yokai (makhluk gaib) tua dengan kepala berbentuk labu dan mengenakan jubah kesa tradisional, Nurarihyon telah menjadi inspirasi bagi cerita-cerita modern sejak abad ke-18.

Via National Geographic

Sering digambarkan sebagai yokai (makhluk gaib) tua dengan kepala berbentuk labu dan mengenakan jubah kesa tradisional, Nurarihyon telah menjadi inspirasi bagi cerita-cerita modern sejak abad ke-18.

Gambar Nurarihyon, yang biasanya digambarkan sebagai sosok tua dengan kepala bulat yang menonjol, pertama kali muncul pada zaman Edo di Jepang.

Sosoknya dapat dijumpai dalam karya Sawaki Sushi, Hyakkai Zukan, dan Gazu Hyakki Yagyo (Parade Malam Bergambar Seratus Iblis) oleh Toriyama Sekien.

Menurut Michael Dylan Foster, seorang profesor bahasa dan budaya Asia Timur di University of California, Davis, dan penulis “The Book of Yokai: Mysterious Creatures of Japanese Folklore”, Nurarihyon biasanya digambarkan dalam cerita rakyat sebagai yokai jinak yang menyelinap masuk ke dalam rumah-rumah untuk menikmati teh atau kesenangan lain saat penghuninya pergi.

Namun seiring berjalannya waktu, ia mengembangkan reputasi sebagai makhluk yang licik dan berbahaya. Dengan kemampuan dapat mengubah bentuk, ia tak hanya memanfaatkannya untuk mengakali manusia, namun juga yokai lainya.

Zack Davisson, seorang penulis dan ahli cerita rakyat Jepang, mengatakan bahwa pergeseran kepribadian yokai bisa jadi berasal dari kisah Koshoku Haidokusen tentang seorang pria beristri yang jatuh cinta pada seorang pelacur.

Dalam cerita tersebut, Nurarihyon diperkenalkan sebagai "makhluk tak berwajah seperti ikan lele yang merupakan roh penipu."

Narasi ini memicu teori yang mengusulkan korelasi dengan makhluk laut berbentuk bola yang legendaris di Laut Pedalaman Seto di Prefektur Okayama. Makhluk ini biasa disebut umi bozu.

Dengan ukuranya sebesar kepala manusia, Umi bozu, sering mengelabui dan mengusik para nelayan. Biasanya ia akan menghilang secara misterius dan kemudian muncul kembali hanya untuk mengganggu para nelayan. Wujudnya yang aneh, tentu akan membuat merinding siapapun yang melihatnya.

Davisson menambahkan bahwa penggambaran Mizuki Shigeru tentang Nurarihyon dalam anime GeGeGe no Kitarō memainkan peran penting dalam menciptakan yokai yang kita lihat dalam budaya pop modern.

Dalam acara tersebut, Nurarihyon adalah komandan tertinggi dari semua makhluk gaib dan pemimpin parade malam yokai.

Menurut Foster, penulis cerita rakyat Fujisawa Morihiko melabeli gambar Nurarihyon dalam bukunya dengan judul "yokai no oyadama", yang dapat diterjemahkan sebagai "pemimpin yokai", "bos yokai", atau "kepala yokai".

Foster mengatakan bahwa cara Nurarihyon tetap relevan di zaman modern ini mungkin disebabkan oleh sifat unik yokai.

"Mungkin ketidakpastian cerita rakyat dari Nurarihyon–fakta bahwa dia adalah sosok yang tampak menarik tetapi tidak memiliki karakteristik yang jelas–yang memungkinkannya menjadi semacam tokoh yang dapat berubah-ubah yang dapat dikembangkan dengan berbagai cara dalam materi budaya populer," katanya.

Antara Gajah, Hutan, dan Kehidupan yang Perlu Diselamatkan

Selain makanan dan dunia hiburannya, Jepang juga terkenal konservatif terhadap budaya leluhurnya. Selain itu, Negeri Sakura ini juga memegang erat berbagai norma sosial yang diturunkan sejak zaman dulu lewat berbagai kisah mitologinya.

Mereka pun percaya bahwa sesungguhnya Jepang dan kemanusiaan ada berkat jasa para dewa dan dewi langit. Hingga sekarang pun, lewat kepercayaan Shinto, mereka masih memuja para dewa dan dewi pencipta langit dan Bumi yang dianggap berdaulat atas kehidupan manusia.

Kemudian, aspek menarik dari Mitologi Jepang adalah senjata-senjata ajaibnya, yang kerap diadaptasi ke film, manga, atau anime. Selain menciptakan Jepang dengannya, para dewa dan dewi diyakini menurunkan beberapa artefak senjata dewa untuk para pemimpin Jepang. Malah, ada yang masih disimpan di museum hingga saat ini.

Apa saja? Inilah 12 senjata Mitologi Jepang yang terkenal di kebudayaan Negeri Sakura!

Kokushibo (Tsukuyomi)

Kokushibo adalah Iblis Peringkat Satu dalam Dua Belas Kizuki. Sebelumnya, Kokushibo adalah pemburu iblis bernama Michikatsu Tsugikuni yang merupakan saudara kembar dari Yoriichi. Seperti yang sudah penulis sebutkan, Kokushibo diadaptasi dari Tsukuyomi.

Tsukuyomi adalah Dewa Bulan yang merupakan saudara sekaligus suami dari Amaterasu. Diceritakan bahwa adanya siang dan malam adalah karena Tsukuyomi membunuh Dewi Makanan, Ukemochi. Setelah mendengar hal tersebut, Amaterasu sangat marah kepada suaminya dan enggan menemuinya. Tsukuyomi sangat malu kepada Amaterasu sehingga dirinya selalu bersembunyi pada siang hari.

Terinspirasi dari Tsukuyomi, Kokushibo adalah pengguna Pernapasan Bulan. Kokushibo dan Tsukuyomi juga memiliki kepribadian yang sangat mirip. Keduanya sangat taat pada prinsipnya dan mereka lebih memilih untuk membunuh orang lain daripada melanggar prinsipnya.

Baca Juga: 5 Hashira Terkuat dalam Seri Demon Slayer, Ada Jagoanmu?

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Dōjigiri Yasutsuna (童子切)

Termasuk ke dalam Tenka Goken, Dojigiri (童子切) adalah pedang sepanjang 80 sentimeter dengan lengkungan 2,7 sentimeter yang ditempa oleh Hōki-no-Kuni Yasutsuna (伯耆国安綱). Pernah digunakan oleh Toyotomi Hideyoshi (豊臣 秀吉) dan Tokugawa Ieyasu (徳川 家康,) Dojigiri Yasutsuna ditahbiskan sebagai "Warisan Nasional Jepang" atau Kokuho (国宝).

Sama seperti Onikiri dan Onimaru, pedang ini mendapat reputasinya karena membunuh setan! Pedang ini digunakan oleh kepala Klan Fujiwara, Minamoto no Yorimitsu untuk membunuh guru Ibaraki, Shuten Doji (酒呑 童子). Oleh karena itu, namanya disebut Dojigiri. Sekarang, pedang ini disimpan di Museum Nasional Tokyo.

Terkenal sebagai pedang terkutuk/yōtō (妖刀) sejak abad ke-18, Muramasa (村正) sebenarnya adalah marga dari ahli pembuat pedang Jepang di Era Muromachi (1336-1573), Sengo Muramasa (千子 村正). Hidup di Kuwana, Prefektur Mie, popularitas Muramasa kemudian menjadi awal dari sekolah aliran membuat pedang Muramasa.

Bukan sembarang pedang, ketajaman produk Muramasa disukai klan Tokugawa! Malah, salah satu murid Muramasa adalah pembuat tombak Tonbogiri (蜻蛉切), salah satu dari  Tiga Tombak Jepang yang dipakai oleh tangan kanan Ieyasu, Honda Tadakatsu (本多 忠勝). Lalu, kenapa reputasinya bisa menjadi jelek?

Hampir setiap kejadian buruk menimpa klan Tokugawa melibatkan produk Muramasa. Oleh karena itu, beredarlah rumor palsu mengenai Muramasa sebagai senjata terkutuk klan Tokugawa. Sampai-sampai, pemberontak Tokugawa ikut memakai pedang Muramasa sebagai simbol!

Itulah senjata-senjata dewa ajaib dan dahsyat dari mitologi Jepang. Dari membentuk Jepang hingga menebas leher oni, senjata-senjata ini amat dahsyat sampai sulit dipercaya bisa diterima dunia!

Sudah pernah mendengar senjata-senjata tersebut? Kalau kamu suka nonton anime atau baca manga bergenre fantasy, action, atau shounen, senjata-senjata di atas kerap dijadikan referensi sebagai senjata maha dahsyat untuk protagonis dan antagonis! Dari senjata-senjata tersebut, mana yang kamu suka?

Baca Juga: Masih Tajam, 7 Pedang Samurai Paling Tua di Jepang

Nationalgeographic.co.id—Hampir setiap budaya memiliki kisah tentang pahlawan dan dewa yang telah bertempur dengan musuh yang tak terkalahkan. Mereka masing-masing memiliki senjata yang sesuai. Berikut adalah kumpulan beberapa pedang paling terkenal dari mitologi kuno dan legenda.

Gramr: pedang dari Saga Volsunga

Saga Volsunga dalam mitologi Islandia menceritakan tentang seorang prajurit bernama Sigmund. Di pesta pernikahan saudara perempuannya, Signy, Odin muncul seperti biasa dan menusukkan sebilah pedang, Gramr, ke pohon. Ia menyatakan bahwa siapa yang dapat mencabut bilah pedang itu tidak akan menemukan senjata yang lebih baik sepanjang hidupnya.

“Semua tamu mencoba dan gagal mencabut pedang itu, kecuali Sigmund,” tulis Michael Smathers di laman The Collector. Raja menginginkan pedang itu, tetapi Sigmund menolak untuk melepaskannya karena itu adalah hadiah dari Odin.

Sigmund menggunakan pedang itu dalam beberapa pertempuran hingga patah menjadi dua. Signy menyimpan dua potong pedang legendaris itu dan mewariskannya kepada putranya, Sigurd. Sigurd kemudian menjadi tokoh terkenal.

Seorang pandai besi atau prajurit kurcaci bernama Regin datang untuk tinggal bersama Sigurd untuk melatihnya. Selama waktu itu, Regin memberi tahu Sigurd tentang naga Fafnir. Regin pun memintanya untuk membunuh naga itu untuk mengambil harta karunnya. Sigurd menemukan Fafnir dan membunuhnya dengan satu tusukan.

Ada cerita lain tentang Gramr, tetapi ini adalah yang paling terkenal. Gramr telah digambarkan dengan berbagai cara. Dalam media kontemporer, biasanya digambarkan sebagai pedang besar. Gramr juga digambarkan sebagai senjata pendek seperti seax atau pedang lurus satu tangan.

Excalibur: pedang legendaris yang sangat terkenal

Arthur Pendragon, penguasa Inggris, dikatakan telah menghunus pedang legendaris ini dari batu dan landasan. Menurut legenda, banyak orang telah mencoba mencabut pedang itu dari batu namun tidak berhasil.

Karya Geoffrey dari Monmouth adalah sumber paling terkenal yang menjadi asal mula cerita modern tentang kisah Arthurian. Versi lain dari cerita tersebut menggambarkan Excalibur sebagai hadiah dari Lady of the Lake. Dan pedang di batu tersebut sebagai senjata lainnya.

Excalibur adalah pedang legendaris yang digunakan oleh Raja Arthur dalam mitologi Inggris.

Baca Juga: Beragam Makna di Balik Kisah Kotak Pandora dalam Mitologi Yunani

Di bawah bimbingan Merlin dan dengan kekuatan Excalibur, Arthur menyatukan Inggris melawan penjajah Anglo-Saxon. Arthur juga mengumpulkan sekelompok kesatria untuk membantunya memerintah. Para kesatrianya — Lancelot, Perceval, Gawain, Galahad — konon merupakan contoh dari kesatria yang sempurna.

Arthur dikisahkan melawan keponakannya Mordred di Pertempuran Camlann dan menderita luka yang mematikan. Sir Bedivere mengambil Excalibur dan mengembalikannya kepada Lady of the Lake. Dan Arthur diikat ke pulau Avalon, di mana menurut legenda ia beristirahat sampai saat Inggris sangat membutuhkannya.

Excalibur sering digambarkan sebagai pedang panjang. Namun, selama abad ke-6 ketika Raja Arthur konon hidup, kemungkinan besar ia memiliki bilah pendek. Pedang itu mirip dengan gladius Romawi.

Ame-no-Habakiri: pedang dewa badai dalam mitologi Jepang

“Pedang ini digunakan oleh dewa badai Shinto, Susano-o, saat membunuh ular Yamata-no-Orochi,” tambah Smathers.

Varian cerita yang paling umum muncul dalam Kojiki (Catatan tentang Hal-hal Kuno). Susano-o selalu iri dengan kakak perempuannya, dewi matahari Amaterasu. Suatu hari, karena kesal, ia menguliti seekor kuda. Ia melemparkan tubuh kuda itu ke alat tenun sebelum membuang kotorannya di lantai istana.

Susano-o diasingkan karena tindakan ini dan mendapati dirinya berada di Provinsi Izumo. Selama pengembaraan dewa badai, ia bertemu dengan sepasang suami istri yang sedang berduka atas penculikan putri mereka Kushinada-hime. Tujuh putri mereka yang lain telah diculik dan dimangsa.

Pelakunya tidak lain adalah ular berkepala delapan Yamata-no-Orochi, yang menuntut kurban tahunan.

Susanoo melawan ular berkepala delapan yang kerap mengganggu satu keluarga. Setelah berhasil membunuh sang naga, pedang Kusanagi muncul dari ekornya yang dipotong.

Susano-o, yang ingin menebus dosanya, setuju untuk membunuh makhluk itu. Ia memerintahkan pasangan itu untuk menyiapkan delapan tong sake terkuat. Mereka harus meletakkan tong-tong itu di atas panggung yang ditinggikan dengan delapan gerbang di sekelilingnya.

Ular itu datang dan meminum sake itu. Saat sang ular teralihkan dan terperangkap oleh delapan gerbang, Susano-o memenggal semua kepala dan ekor monster itu.

Dalam salah satu cerita ini, pedang lain disematkan: Ame-no-Murakumo (Pedang Gugusan Awan). Susano-o memberikan pedang ini kepada Amaterasu sebagai tanda rekonsiliasi. Kemudian, pedang itu berganti nama menjadi Kusanagi-no-Tsurugi.

Durendal: pedang Roland

Pedang legendaris ini menonjol dalam cerita prajurit legendaris Roland. Jenderal militer ini melayani penguasa Frank atau Lombard Charlemagne (memerintah 768 – 814 M). Perjalanannya yang paling terkenal adalah Pertempuran Roncevaux Pass pada tahun 778.

Setelah invasi Semenanjung Iberia yang gagal, Roland bertahan di garis belakang. Hal ini memungkinkan pasukan Frank mundur melalui celah tersebut. Roland diperlengkapi dengan Durendal, bilah pedang yang diresapi dengan beberapa relik suci Katolik. Relik-relik itu antara lain gigi Santo Petrus, rumbai dari kain kafan Maria, dan rambut Santo Denis.

Pedang legendaris ini dikatakan memiliki kekuatan untuk memotong batu keras. Roland membawa bilah pedang ini bersama dengan terompet sinyalnya Oliphaunt.

Harpe: pedang yang membunuh Medusa dalam mitologi Yunani

Senjata Yunani ini dimiliki oleh beberapa dewa mitologi Yunani, seperti Kronos, Zeus, dan Perseus. Pedang ini merupakan bilah pendek melengkung dengan tonjolan seperti sabit. Awalnya, Harpe digunakan oleh Kronos untuk membunuh ayahnya, Ouranos, atas kekejamannya, atas perintah Gaea.

Hal yang sama terjadi pada generasi dewa berikutnya. Kronos memakan semua anaknya, kecuali yang termuda, Zeus. Ibu Zeus, Rhea, melahirkannya secara rahasia dan meletakkan batu di kain lampin. Kronos memakan batu tersebut dan, dalam beberapa versi cerita, Zeus menggunakan Harpe untuk membelah perut Kronos. Zeus pun berhasil membebaskan kelima saudaranya, yang menjadi dewa-dewi Olympus. Sementara itu, Kronos dan para titan lainnya dibuang ke Tartarus.

The Metropolitan Museum of Art

Perseus memenggal kepala Medusa dalam mitologi Yunani kuno.

Kemudian, putra Zeus, Perseus, mengambil Harpe. Setelah menemukan Medusa si Gorgon, Perseus memenggal kepala monster itu dengan pedang legendaris yang terbuat dari adamantine.

Beberapa patung menggambarkan Harpe sebagai pedang lurus dengan tonjolan seperti sabit. Sedangkan yang lain menggambarkannya menyerupai khopesh Mesir.

Kusanagi-no-Tsurugi: pedang pemotong rumput dalam mitologi Jepang

Pedang legendaris ini merupakan bagian dari tiga tanda kebesaran Kekaisaran Jepang. Dua lainnya adalah Yata-no-Kagami (cermin) dan Yasakani-no-Magatama (permata). Pedang ini merupakan hadiah dari Susano-o kepada Amaterasu. Amaterasu kemudian mewariskannya, beserta cermin dan permata suci, kepada cucunya, Ninigi-no-Mikoto.

Pedang tersebut (yang saat itu masih disebut sebagai Ame-no-Murakumo) diberikan kepada seorang prajurit bernama Yamato Takeru. Menurut cerita, Takeru sedang berburu. Saat itu seorang panglima perang lawan melihat kesempatan untuk membunuhnya dengan membakar rumput tinggi dan mencegahnya melarikan diri.

Kusanagi-no-Tsurugi adalah pedang legendaris di Kekaisaran Jepang. Pedang ini merupakan salah satu dari tiga Imperial Regalia dan dikatakan mewakili keberanian.

Namun, Ame-no-Murakumo memberi penggunanya kekuatan untuk mengendalikan angin. Hal ini dialami Takeru saat ia mencoba memotong rumput untuk meredakan api. Dengan ayunan yang cekatan, ia mengirimkan hembusan angin untuk mendorong api menjauh darinya dan kembali ke arah musuhnya.

Untuk mengenang prestasi ini, ia menamai pedang legendaris itu Kusanagi-no-Tsurugi atau “Pemotong Rumput”.

Baik Kusanagi-no-Tsurugi maupun Ame-no-Habakiri dikenal dalam mitologi Jepang menyerupai tsurugi atau ken, pedang bermata dua berbilah lurus. Keduanya bukan tachi atau katana yang lebih khas. Media modern sering menggambarkan senjata-senjata ini sehingga lebih menyerupai desain Jepang.

Asi: pedang legendaris Rudra dalam mitologi India

Tidak seperti kebanyakan pedang lain yang telah kita bahas di sini, Asi murni berasal dari alam mitos. Kisahnya dirinci dalam Shanti Parva dari Mahabharata dari India kuno. Sebelum manusia diciptakan, alam semesta berada dalam kekacauan — tema umum dalam banyak mitos kuno. Para dewa, atau deva, sedang berjuang melawan para setan, atau asura.

Para deva dalam keadaan yang cukup buruk, jadi mereka meminta bantuan kepada dewa tertinggi Brahma. Ia melakukan pengorbanan untuk menciptakan senjata purba yang paling hebat. Senjata itu terwujud dalam bentuk binatang bergigi silet yang bersinar lebih terang daripada benda apa pun di langit. Makhluk itu kemudian berubah menjadi pedang Asi.

Rudra, dewa badai dan salah satu avatar Siwa, mengambil pedang ini dan seorang diri mengalahkan pasukan asura. Rudra menegaskan kembali kekuasaannya atas dunia sehingga manusia dapat hidup dalam damai. Dunia pertama kali dibersihkan dalam banjir, lalu pedang Asi diwariskan ke tangan Manu, sosok yang dianalogikan seperti Nuh.

Hecate, Dewi Sihir dalam Mitologi Yunani yang Hidup di Persimpangan Jalan

Legenda atau mitologi dari Jepang menceritakan bahwa dunia dilindungi oleh para dewa yang menjaga gerbang-gerbang langit yang diumpamakan sebagai Naga (Seiryu), Burung Api (Suzaku), Kura-Kura (Genbu), dan Macan Putih (Byakko). Dari setiap wujud dewa tersebut terdapat banyak makna dan cerita bahkan dijadikan sebagai pedoman dalam zodiak dan penentu nasib karena berpatokan dengan rasi bintang.

Sebenarnya keempat dewa ini merupakan dewa dari legenda Cina kuno yang kemudian kepercayaan itu diadopsi oleh para Omnyouji Jepang. Keempat binatang dewa ini memiliki elemen dan lambang sendiri-sendiri, yaitu Api (Suzaku), Air (Seiryu), Bumi (Genbu), dan Angin (Byakko).

Suzaku The Goddes of Fire, merupakan binatang dewa berbentuk burung api, mirip dengan kepercayaan Phoenix dari barat. Suzaku memiliki warna bulu oranye kemerahan dimana warna tersebut berhubungan dengan api. Dalam bahasa Cina disebut Zhu Que, dan dalam bahasa Korea disebut Jujak.

Suzaku merupakan binatang dewa yang elegan dan mulia dalam hal penampilan dan perilaku, serta selektif dengan apa yang ia makan dan tempat bertenggernya. Suzaku adalah hewan penjaga mata angin selatan dan mengontrol elemen api. Planet yang berhubungan dengan Suzaku adalah Mars. Suzaku melambangkan kemauan dan merupakan simbol dari kesetiaan.

Seiryu dilambangkan dengan naga biru atau Azure Dragon, dalam bahasa Cina disebut Qing Longdan dalam bahasa Korea disebut Chung Ryong. Seiryu menjaga arah mata angin timur dan mengontrol elemen air. Planet yang berhubungan dengan binatang dewa ini adalah Jupiter. Musim yang melambangkan Seiryu adalah musim semi dan warna yang mencirikan dirinya adalah biru dan hijau.

Seiryu melambangkan sifat kemewahan dan kewenangan, bisa juga diartikan sebagai kekuatan yang tak ada tandingannya. Untuk menghormati Seiryu, di kuil Kiyouzumi yang terdapat di Kyoto mengadakan upacara untuk menyembah Seiryu, Naga dari timur.

Genbu adalah hewan dewa penjaga mata angin utara dan dilambangkan dengan kura-kura hitam yang memiliki ekor ular. Dalam bahasa Cina disebut Xuan Wudan dalam bahasa Korea disebut Hyunmoo.

Genbu mengontrol elemen tanah, mencerminkan musim salju dan planet yang berhubungan dengannya adalah Merkurius. Warna yang melambangkan Genbu adalah hitam. Selain itu Genbu melambangkan stabilitas, hidup panjang, kepintaran dan kesucian.

Wujud dari binatang dewa yang menjaga mata angin barat ini adalah harimau putih dan berhubungan dengan planet Venus. Di Cina ia disebut Xi Fang Bai Hu dan korea disebut Baekho.

Byakko mengontrol elemen angin dan melambangkan musim gugur, warna putih, dan para tentara yang berperang untuk negaranya. Byakko dikenal kekuatan dan keberaniannya.

Berbicara tentang hewan mitologi memang seakan tak ada habisnya. Hampir setiap negara di dunia memiliki hewan mitologi dengan legendanya masing-masing. Contohnya adalah centaurus dan pegasus yang dipercaya oleh masyarakat Yunani.

Tak berbeda dari negara lain, Jepang juga memiliki hewan mitologi. Bahkan, sebagian hewan mitologi Jepang ini dianggap bijaksana dan dipercaya bisa melindungi manusia. Intip selengkapnya di sini!

Dikenal sebagai Hōō, ini adalah hewan mitologi yang mirip burung phoenix. Tak hanya dipercaya di Jepang, tetapi juga di Tiongkok. Hewan ini adalah simbol keberuntungan, kebijaksanaan, kebajikan, kesetiaan, kebenaran, dan kesopanan.

Dilansir laman Peak Experience Japan, Hōō dianggap sebagai salah satu dewa paling kuat, simbol keabadian, dan umur panjang. Lukisan Hōō (yang diciptakan oleh pelukis terkenal Jepang, Katsushika Hokusai) dapat dijumpai di langit-langit sebuah kuil di Kota Obuse, Prefektur Nagano.

Benzaiten adalah dewi kesuburan dan aliran air Jepang. Ia adalah satu-satunya sosok wanita dalam "Tujuh Dewa Keberuntungan" (Shichi Fukujin) dari Shinto Jepang, laman Serpent Sanctum menjelaskan.

Biasanya, Benzaiten muncul dengan ular putih sebagai hiasan kepala. Ia sendiri bisa berubah wujud menjadi ular putih. Benzaiten adalah salah satu dewi paling dihormati di Jepang dan merupakan simbol dari kekayaan serta keberuntungan yang melimpah.

Inari adalah rubah Jepang perlambang kesuburan, kemakmuran, dan kesuksesan duniawi. Menurut mitos, inari (yang berwujud dewi), turun dari surga menunggangi seekor rubah putih dan membawa sereal atau biji-bijian di tangannya.

Ia dipuja dan dianggap membantu penanaman padi, karena rubah mengejar tikus yang merusak tanaman. Hewan mitologi ini dapat dijumpai di kuil Fushimi Inari di Kyoto, Jepang. Di sana, ada ribuan patung rubah yang siap menyambutmu!

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Yatagarasu adalah hewan mitologi Jepang berwujud burung gagak berkaki tiga. Menariknya, setiap kaki memiliki makna: kaki pertama melambangkan langit, kaki kedua adalah bumi, dan kaki ketiga adalah manusia.

Dikutip laman Peak Experience Japan, gagak ini membantu kaisar Jinmu menemukan jalan ke Kumano (Prefektur Wakayama) dan Yamato (Prefektur Nara). FYI, kuil Yuzuruha di Kobe, Jepang, didedikasikan untuk Yatagarasu.

Baca Juga: 10 Hewan Mitologi Aneh di Seluruh Dunia serta Kisah di Baliknya

Jika berkunjung ke Jepang, mungkin kamu akan menemui patung komainu. Patung berwujud perpaduan singa-anjing ini diletakkan di pintu masuk tempat suci sebagai penjaga. Umumnya, sepasang patung komainu diletakkan saling berhadapan atau bersebelahan.

Sepasang komainu terdiri dari laki-laki dan perempuan. Komainu jantan ditempatkan di sebelah kanan pintu masuk, mulutnya terbuka untuk mengusir roh jahat. Sementara, komainu betina di sebelah kiri dengan mulut tertutup untuk menjaga kebahagiaan.

Kirin adalah hewan mitologi berwujud rusa besar bertanduk dengan kulit bersisik seperti naga, ekor mirip lembu, tengkorak seperti serigala, dan berkuku kuda. Tak hanya Jepang, hewan serupa dipercaya di Tiongkok dan Vietnam.

Menurut kepercayaan masyarakat, kirin adalah pertanda baik, kemakmuran, serta suka berada di tempat yang damai dan terlindungi. Uniknya, kirin dijadikan sebagai merek dan logo bir Jepang yang terkenal.

Orang Jepang melihat naga sebagai sosok dermawan dan pelindung umat manusia. Naga melambangkan keberanian, kekuatan, dan kebijaksanaan. Dipercaya, legenda seputar naga berasal dari budaya Tiongkok.

Namun, naga Jepang sedikit berbeda dari naga Tiongkok. Karena Jepang adalah negara kepulauan, maka naga selalu digambarkan sebagai ular laut dan jarang ditampilkan sebagai sosok yang terbang. Selain itu, naga Jepang memiliki tiga jari di setiap tangan.

Nah, itulah 7 hewan mitologi Jepang beserta filosofinya. Menarik, kan?

Baca Juga: 7 Mitos seputar Hewan yang Paling Terkenal, namun Ternyata Keliru

Kogarasu Maru (小烏丸)

Tak kuasa melihat tentara Jepang yang terus kembali dengan pedang yang patah, ahli pedang legendaris abad ke-8, Amakuni Yasutsuna (天國 安綱), dan putranya, Amakura, kemudian menempa pedang untuk sang Kaisar dari pasir besi terbaik selama sebulan. Hasilnya adalah tachi (太刀) bernama Kogarasu Maru (小烏丸).

Bagian dari Museum Koleksi Kekaisaran Jepang saat ini, Kogarasu Maru juga diyakini sebagai salah satu pedang samurai paling awal, serta pusaka Klan Taira selama Perang Genpei (1180–1185). Legenda lain mengklaim bahwa Kogarasu Maru diberikan kepada Keluarga Taira oleh Yatagarasu (八咫烏), gagak berkaki tiga, lambang Matahari.

Futsunomitama (布都御魂)

Futsunomitama (布都御魂) adalah sejenis Pedang Totsuka yang dipegang oleh Dewa Petir Takemikazuchi (建御雷), Dewa Petir Shinto. Takemikazuchi dikirim oleh Amatsukami atau Dewa Langit (天津神) selama bertempur di Alam Tengah atau Ashihara no Nakatsukuni (葦原の中つ国) untuk menundukkan Kunitsukami (国津神).

Dalam legenda lain, Futsunomitama juga diberikan kepada Kaisar pertama Jepang, Kaisar Jimmu (神武 天皇), yang bertempur melawan monster dan dewa di Gunung Kumano. Dengannya, Kaisar Jimmu berhasil memenangkan pertempuran. Kini, Futsunomitama konon bersemayam di Kuil Isonokami di Prefektur Nara.

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Naga Jepang memiliki bentuk mirip naga Tiongkok, yaitu digambarkan berupa ular besar dan panjang tanpa sayap dan memiliki kaki bercakar, biasanya terdapat tiga cakar pada tiap kaki. Selain itu, naga jepang juga dianggap sebagai dewa air dan dikaitkan dengan hujan serta perairan.

Mitos naga di Jepang merupakan pencampuran dari tradisi pribumi Jepang dengan kisah-kisah yang berasal dari Tiongkok, Korea, dan India. Oleh karena itu dalam bahasa Jepang terdapat beberapa istilah untuk menyebut naga, antara lain tatsu, ryu, naga dan doragon.

Jepang merupakan negara yang memiliki banyak cerita rakyat dan legenda. Dari cerita-cerita tersebut, tidak luput dari unsur-unsur mitos. Meskipun Jepang telah menjadi negara yang modern dan maju dalam hal teknologi. Cerita dan tradisi dari zaman dahulu tetap dijaga dan dikenal sampai saat ini. Masyarakat Jepang percaya bahwa ada binatang yang mempunyai kekuatan besar. Salah satu legenda yang paling terkenal adalah empat binatang yang menjaga negara Jepang dari empat arah mata angin yaitu utara, selatan, timur dan barat. Sebenarnya, cerita asli empat binatang penjaga ini berasal dari kepercayaan masyarakat China, namun diadopsi menjadi cerita legenda Jepang. Setiap binatang menjaga Jepang dari empat arah mata angin, memiliki simbol atau gambaran dari rupa mereka sendiri dan mempunyai elemen kekuatan yang berbeda.

Genbu adalah penjaga di bagian utara Jepang. Genbu digambarkan dengan bagian badan kura-kura raksasa dan dikelilingi oleh ular, terkadang Genbu digambarkan oleh kura-kura raksasa dengan ekor ular. Sebelum diadopsi oleh Jepang, di China Genbu dinamakan Xuanwu dan di Korea disebut Hyunmoo. Warna asli dari mahluk ini adalah hitam, namun dalam adaptasi game mengambarkan Genbu dengan warna ungu. Elemen Genbu adalah air. Genbu diabadikan di kastil Kyoto bagian utara Jepang dan dikenal sebagai simbol kemurnian, umur panjang, keseimbangan, dan kecerdasaan.

Suzaku adalah penjaga di bagian selatan Jepang. Suzaku digambarkan dengan burung berwarna merah yang menyimbolkan api dan mirip dengan burung mitologi Yunani yaitu phoenix. Suzaku memiliki bulu yang bersinar-sinar dan kemunculannya dikaitkan dengan hari baik. Dari keempat binatang penjaga di Jepang, banyak yang mengatakan bahwa Suzaku merupakan binatang yang paling indah. Di China, Suzaku disebut Zhuque dan di Korea disebut Jujak. Elemen Suzaku adalah api. Ibu kota zaman dahulu seperti Fujiwara, Heijo, dan Heian memasang simbol Suzaku di pintu gerbang selatan, berharap agar selalu dijaga oleh Suzaku. Suzaku dianggap sebagai simbol kesetiaan, kebaikan, semangat, dan kemulian.

Seiryu adalah penjaga di bagian timur Jepang. Seiryu digambarkan dengan seekor naga berwarna biru. Di China, Seiryu disebut Qing long dan di Korea disebut Chung Ryong. Elemen Seiryu adalah kayu dan dapat mengendalikan hujan. Dipercaya bahwa Seiryu tinggal di laut dan sungai sehingga dapat menyebabkan banjir. Pada pintu masuk kuil Kiyomizu, terdapat patung naga yaitu Seiryu dan ada festival tahunan yang dibuat untuk menghormati binatang ini. Di China dan Korea, naga selalu dikaitkan dengan lambang kekaisaran. Sehingga, banyak simbol naga di kerajaan mulai dari jubah, ukiran meja dan lain-lain. Di Jepang, Seiryu dikenal sebagai simbol kekuasaan, kemewahan, kekuatan, kreativitas, dan keganasan. Dalam beberapa versi cerita, Seiryu dianggap pemimpin dari keempat binatang penjaga di Jepang.

Byakko adalah penjaga bagian barat Jepang. Byakko digambarkan sebagai harimau putih. Di China, Byakko dikenal sebagai Baihu dan di Korea dikenal sebagai Baekho. Elemen Byakko adalah logam dan dapat mengendalikan angin. Sosok Byakko sering dianggap sebagai pelindung dan penjaga, sehingga pada zaman dahulu banyak pemakaman orang-orang terkenal seperti raja dan jendral, diatas pemakamannya dilapisi logam dan banyak lukisan Byakko di dinding pemakaman di Nara. Diharapkan, orang-orang yang meninggal ini selalu mendapat perlindungan dari Byakko. Byakko dianggap sebagai simbol kekuatan dan keberanian. Byakko juga menyimbolkan tentara yang berperang sampai mati untuk negaranya.

https://jpninfo.com/105654

https://www.beritaunik.net/unik-aneh/4-hewan-legenda-penjaga-mata-angin.html?amp

https://jpninfo.com/105654

Nama   : Delevin Natasha

Salah satu raja naga yang menonjol dan sering dipanggil dalam mitologi Jepang adalah Ryujin. Sebagai dewa laut, ia melambangkan kekuatan lautan.

Nationalgeographic.co.id—Budaya Jepang penuh dengan kisah-kisah mitologi tentang dewa dan makhluk-makhluk mitos. Salah satu raja naga yang menonjol dan sering dipanggil dalam mitologi Jepang adalah Ryujin. Sebagai dewa laut, ia melambangkan kekuatan lautan.

Dalam mitologi Jepang, Ryujin dipuja sebagai dewa laut, raja naga, dan penguasa ular serta makhluk air lainnya. Asal-usul dewa ini dapat ditelusuri kembali ke Kojiki, sebuah kronik awal mitos, legenda, himne, tradisi lisan, dan catatan semi-sejarah Jepang hingga tahun 641 M.

Juga dalam karya lain yang lebih rinci, yang dikenal sebagai Nihon Shoki, (disusun pada tahun 720 M), Ryujin awalnya disebut sebagai Watatsumi no kami. Baru pada era Edo (1603 dan 1868) nama Ryujin digunakan secara luas untuk menyebut entitas yang kuat ini.

Dalam kepercayaan Jepang, laut dan samudra mempunyai tempat khusus sebagai sumber kehidupan, makanan, dan kekuatan penghancur. Ryujin dianggap sebagai dewa air yang positif dan baik hati serta pelindung Jepang.

“Ia kerap dikreditkan sebagai badai yang menenggelamkan armada Mongolia yang dikirim oleh Kubilai Khan,” tulis A. Sutherland di laman Ancient Pages.

Tidak diragukan lagi, peristiwa legendaris ini menunjukkan kekuatan luar biasa Ryujin atas lautan. Kekuasaannya sangat besar karena ia mengatur pasang surutnya air laut. Kehadirannya melambangkan bahaya dan kelimpahan lautan dan dia memiliki kekuasaan penuh atas semua makhluk di lautan dan samudra.

Ciri lainnya adalah ia dapat berubah menjadi manusia dan memiliki ilmu kedokteran. Kadang-kadang, saat suasana hatinya sedang baik, dia mengambil wujud manusia dan berkelana ke alam fana. Selama kunjungan ini, beliau melimpahkan perhatiannya kepada wanita-wanita cantik yang dianggap paling elok di antara penghuni bumi.

Namun, pada intinya, Ryujin adalah seekor naga yang memiliki kekuatan tak terbatas atas badai, hujan, guntur, dan angin.

Layaknya raja naga Tiongkok, Ryujin juga hidup di bawah ombak, di bagian laut terdalam dekat Kepulauan Ryukyu. Kediamannya adalah istana menakjubkan yang dibangun dari karang merah dan putih.

“Istana itu dilengkapi dengan gerbang megah dan atap miring,” tambah Sutherland.

Dari istananya, Ryujin mengendalikan arus dengan bantuan permata ajaibnya. Sebagai raja, ia juga memiliki harta yang tak terhitung jumlahnya. Menurut kisah di mitologi Jepang, tidak ada seorang pun di dunia ini yang lebih kaya darinya.

Baca Juga: Mitologi Jepang: Ryomen Sukuna, Monster Pembangkang Kaisar yang Dicintai Rakyat

Kerajaan Ryujin adalah tempat yang mempesona, di mana - seperti yang dikatakan mitos dan legenda - satu hari mewakili rentang waktu yang sangat luas. Satu hari di kerajaan Ryujin setara dengan seratus tahun manusia.

Istananya diapit oleh dua aula berbeda, masing-masing melambangkan siklus musim. Satu aula mewakili perubahan musim di alam. Aula lainnya menandakan berbagai tahapan kehidupan fana, dari lahir hingga mati. Representasi metaforis ini melambangkan perjalanan waktu yang mendalam.

Istana Musim Semi dewa - dengan pohon sakura yang dihiasi segudang kupu-kupu - terletak di wilayah timur kerajaan Ryujin. Di hamparan selatan, terdapat Istana Musim Panas yang ditumbuhi tanaman hijau indah penuh serangga paling menakjubkan.

Sementara Istana Musim Gugur adalah pemandangan yang menawan, dengan pepohonan yang dihiasi nuansa merah dan emas yang menakjubkan. Sebaliknya, Istana Musim Dingin, yang terletak di wilayah utara, adalah aula tempat embun beku dan salju bertahan selamanya.

Ryujin digambarkan membawa permata bundar ajaib yang melambangkan kekuasaan dan monarki di Kekaisaran Jepang.

Ryujin adalah protagonis dalam beberapa mitos Jepang tetapi, mencerminkan sifat laut yang berubah-ubah. Dia bisa menjadi kekuatan jahat atau penguasa baik hati yang membantu pahlawan dalam kesulitan.

Dewa ini memiliki kuil di seluruh Jepang dan khususnya di daerah pedesaan di mana penangkapan ikan dan hujan untuk pertanian sangat penting bagi masyarakat setempat.

Dalam seni, Ryujin biasanya digambarkan sebagai naga penghuni laut atau ular raksasa. Dia membawa permata bundar ajaib yang melambangkan kekuasaan dan monarki di Kekaisaran Jepang.

Antara Gajah, Hutan, dan Kehidupan yang Perlu Diselamatkan

Sebagai anime historis, Demon Slayer: Kimetsu no Yaiba mengambil latar di Jepang pada periode Taisho. Latar anime ini sangat khas dengan Jepang pada era tersebut. Tak hanya latarnya saja, beberapa karakter dalam seri ini juga diadaptasi dari mitologi Jepang.

Mulai dari karakter yang diadaptasi dari Amaterasu hingga karakter yang diadaptasi dari Akaname, berikut ini adalah lima karakter Demon Slayer dari mitologi Jepang. Simak ulasan berikut.

Ame no Murakumo no Tsurugi (天叢雲剣)

Namanya kepanjangan? Mungkin kamu mengenal pedang ini sebagai Kusanagi no Tsurugi (草薙の剣). Sementara Ame no Murakumo no Tsurugi (天叢雲剣) memiliki arti "Pedang Langit Pemetik Awan", Kusanagi no Tsurugi memiliki arti "Pedang Pemotong Rumput"! Pedang ini masih berhubungan dengan legenda Susanoo mengalahkan Orochi.

Setelah memenggal delapan kepala Orochi, Susanoo kemudian membasmi ekornya. Saat memenggal ekor ke-4, Susanoo menemukan Pedang Kusanagi! Sang Dewa Badai kemudian menghadiahkannya ke Amaterasu.

Sekadar informasi, saat itu, Susanoo tengah diasingkan dari langit oleh Amaterasu karena merusak sawah padi dan membunuh dayangnya.

Lalu, kenapa pedang ini dijuluki "Pemotong Rumput"? Menurut legenda Jepang, Pedang Kusanagi juga dihadiahkan kepada Kaisar ke-12 Jepang dari Dinasti Yamato, Pangeran Ousu (小碓命) atau Yamato Takeru. Terjebak dalam rerumputan berapi saat bertempur, Yamato menggunakan Kusanagi untuk menebas rerumputan berapi dan memenangkan pertempuran!

Saat ini, Pedang Kusanagi disimpan di Kuil Atsuta, Nagoya, Prefektur Aichi, dan termasuk ke dalam Tiga Harta Suci Jepang atau Sanshu no Jingi (三種の神器). Konon, Pedang Kusanagi dipindahkan pada abad ke-7 Masehi ke Kuil Atsuta karena membuat Kaisar ke-40 Jepang, Kaisar Tenmu (天武天皇) jatuh sakit.

Saking sucinya, hanya Kaisar Jepang dan para rahib yang diperbolehkan melihat tiga harta suci tersebut, termasuk Pedang Kusanagi. Meskipun hadir di upacara penobatan Kaisar Jepang, Pedang Kusanagi tetap diselubungi.